Pada tanggal 11 Januari 2019 pukul 15:30 WIB, harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada Bursa Derivatif Malaysia kembali amblas 0,28% ke posisi MYR 2.157/ton, setelah sebelumnya juga ditutup melemah 0,87% di posisi MYR 2.163/ton pada perdagangan (10/1/2019)
Pada level ini, harga CPO berada di posisi terendahnya dalam seminggu.
Secara mingguan, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia ini mencatatkan pelemahan sebesar 0,69%. Sedangkan perfoma tahunan tidak bisa dibilang baik, karena harganya telah tergerus 17,7% (YoY).
Turunnya harga minyak sawit selama 2 hari beruntun disebabkan adanya kekhawatiran akan kelebihan pasokan.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Malaysian Palm Oil Board (MPOB) kemarin (10/1/2019), produksi minyak sawit Malaysia pada bulan Desember 2018 memang menurun, namun hanya sebesar 2,01% ke 1,8 juta ton. Selain itu nilai ekspor minyak sawit juga hanya naik tipis sebesar 0,58% ke 1,38 juta ton.
"Produksi (minyak sawit) tidak berkurang signifikan," ujar pelaku pasar di Kuala Lumpur, seperti yang dilansir dari Reuters.
Sumber lain yang juga dilansir Reuters mengatakan bahwa pelemahan harga minyak kedelai yang terjadi kemarin malam juga cukup berdampak pada pelemahan harga CPO hari ini. Sebagai informasi, harga minyak kedelai kontrak Maret ditutup melemah 1,4 % pada perdagangan kemarin.
Benar saja, cadangan minyak sawit pada Desember 2018 bertambah 6,9% ke 3,21 juta ton. Sebab, jumlah produksinya masih lebih besar ketimbang ekspor, alhasil cadangan akan meningkat.
Pergerakan harga minyak kedelai yang mana merupakan salah satu produk substitusi dari minyak sawit memang berkorelasi positif dengan harga minyak sawit. Pasalnya semua saat harga minyak kedelai melemah, permintaan akan minyak sawit dapat tergerus karena investor lebih melirik minyak kedelai.
Namun demikian, minyak sawit juga mendpat sokongan energi positif. Setidaknya dapat menekan angka pelemahan harga.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan bawha sejatinya pasokan minyak sawit akan mengalami penurunan pada periode Desember-Maret karena adanya faktor musiman. Normalnya, bila pasokan berkurang, maka harga komoditas andalan Indonesia dan Malaysia ini bisa terangkat.
"Harga itu kan pada dasarnya faktor fundamentalnya tetap saja supply & demand. Nah, dari sisi [perkebunan] sawit pasti Desember-Maret produksinya turun, karena siklusnya turun. Sentimennya pasti fundamental. Jadi ya semestinya kalau tidak ada faktor lain yang mempengaruhi, harusnya dampaknya positif," jelas Joko usai diskusi di bilangan Menteng, Rabu (9/1/2019).
Sumber : www.cnbcindonesia.com
Comments